Gus Dur, Kiai, dan Khitah NU
Oleh A. Mustofa Bisri*
Syahdan; begitu Kiai Cholil Bisri—Allah yarhamuh—dan kawan-kawan dari NU yang mempersiapkan berdirinya partai (PKB), termasuk H. Matori Abdul Djalil, merasa sudah siap segala sesuatunya, mereka pun datang ke PB NU untuk melapor.
Gus Dur yang waktu itu menjadi ketua tanfidziyah langsung mengadakan rapat-rapat yang akhirnya membentuk tim untuk memfasilitasi terbentuknya partai baru (PKB) yang tugasnya antara lain menyusun pengurus pertama.
Bila kemudian hampir semua tim PB NU masuk sebagai pengurus pertama PKB tidak ada yang mempersoalkan, tidak demikian halnya dengan penunjukan H. Matori Abdul Djalil untuk menjadi ketua umumnya. Banyak sekali pihak yang menentang penunjukan tersebut. Gus Dur lah orang yang paling gigih mengusulkan Matori untuk menjadi Ketum. Dengan bahasa khasnya Gus Dur antara lain beralasan, “Ini ketua partai, bukan ketua NU. Kalau ketua NU memang sebaiknya dicarikan yang kiai; kalau ketua partai mesti yang juga bisa ‘berkelahi’.” Bahkan, konon Gus Dur sempat menyatakan, bila semua tidak setuju, dia akan mendirikan partai sendiri dengan Matori.